DILI (timorpost.com)—Presiden Republik Jose Ramos Horta, Rabu (30/11), bertemu dengan warga Timor-Timur yang hilang selama invasi 1975-1999, yang dibawah oleh pasukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ke Indonesia.
Direktur Centro Nasional Chega (CNC-Portuges), Hugo Maria Fernandes, mengatakan mitra ini terdiri dari beberapa entitas seperti, AJAR Timor-Leste, Asosiasi HAK, Fokupers, CVTL, Presiden Republik, CNC, MSSI.
“Tujuan bertemu Presiden, untuk menyampaikan bagaimana selama ini mitra bekerja dalam mencari informasi terkait anak-anak yang hilang selama masa invasi dari tahun 1975-1999” katanya usai bertemu dengan Kepala Negara di Istana Kepresidenan, Bairru-Pite.
Katanya, Seusai bertemu Presiden, langsung mengirim pesan kepada mereka bahwa, Timor-Leste adalah rumah mereka, mereka yang memutuskan apakah mereka ingin tinggal di rumah mereka, ataukah mereka ingin kembali ke keluarga Indonesia tergantung mereka.
Ia mengatakan, Presiden mengapresiasi atas kerja keras tim yang selalu berupaya mencari saudara-saudara yang hilang selama invasi dari tahun 1975-1999.
Selama 30-40 tahun terakhir, saudara/i kita ini terpisah dari keluarga orang tua, saudara dan saudari, dan hari ini adalah pertama kalinya mereka kembali bertemu keluarga mereka.
“Hari ini bersama mitra, kita membawah kembali 16 laki-laki, untuk bertemu Presiden, Tujuan mereka adalah untuk bertemu keluarga mereka yang sudah sekian tahun tidak berjumpa”.
Kepala Negara menyatakan bahwa ini akibat konflik, ada yang hilang bisa bertemu kembali, ada yang hilang sampai saat ini tidak bertemu, ada yang meninggal tidak bisa berkumpul bersama keluraganya, tetapi itu semua harus kita terima karena situasi perang.
Oleh karena itu, Kepala Negara mengimbau mereka untuk berani melihat ke depan, apalagi rekonsiliasi antara Timor dan Indonesia, antara rakyat dengan rakyat, Pemerintah dengan Pemerintah sudah berjalan dengan baik dan mereka juga harus berpartisipasi dalam proses ini, dan itu penting bahwa kita tidak boleh melupakan apa yang terjadi di masa lalu, tetapi juga memikirkan masa depan.
“Semuanya sudah terjadi biarlah menjadi sejarah. Saat ini kita harus berfokus kepada masa depan, itu sangat penting. Kita tidak melarang mereka kembali ke Timor-Leste tetapi Sesuai undang-undang mereka adalah warga negara Indonesia, mereka bukan warga negara Timor-Leste, tetapi, mereka memiliki hak, jika mereka ingin kembali menjadi warga negara Timor-Leste, untuk berdomisili di Timor”.
Perwakilan AJAR Timor-Leste, Inocêncio de Jesus Xavier menyatakan, di antara 16 orang itu, ada yang tahun 1976, ada yang tahun 1980, ada yang tahun 1990 pada masa konflik yang dipaksa oleh militer Indonesia dan organisasi lainnya yang dibawa ke Indonesia.
Dia bertambah, ada yang berumur 8 tahun, dan ada yang berumur 10 tahun kini kembali berumur lebih dari 40 tahun.
“Sebab Selama 40 tahun tidak ada kebenaran, karena tidak ada yang bisa menjawab apakah mereka itu memiliki keluarga atau tidak, jika ada dimana, kalau sudah meninggal makamnya dimana tidak ada jawaban kebenarannya, jadi hari ini kebenarannya terpancar dalam diri mereka, terutama 16 keluarga yang selama 40 tahun menanti, dan hari ini mereka dapat menemukan keajaiban melalui tim kerja,” ujarnya.
306 total views, 3 views today






