By : Anggun Gerardine
Menerpa diri yang terjaga. Sendiri berteman senja pada hembusan angin yang berbalur sunyi. Sendiri melanda
tanpa kata lagi darimu sosok yang dinanti dipeninggal cerita yang menepi. Mencoba sejenak saja kamu melihat
dalam senjanya yang bernaung sendirian. Mencoba sejenak saja kamu melihat dalam kesunyian itu, Aku menyelinap
ada disisimu dan menjaga didalam baluran elegi yang mengalir dan menerangi.
Berteman sepi… berteman sunyi… berteman seorang diri. Hanya ditemani dengan secangkir kopiku yang masih setia
menghangatkan dikala raga kedinginan dalam baluran bayang. Secangkir kopi yang bercerita dan selalu
menginspirasi. Secangkir kopi yang selalu mengingatkan akan kenangan demi kenangan yang pernah tercipta dalam
rajutan kasih yang pernah kita alami.
Kenangan didalam secangkir kopi yang setia menemani belum beranjak ingin pergi dalam bayangmu. Ia masih
menyapa diri. Dan diri masih menemani langkahmu dari peufuk senjanya. Abadinya angin pada hujan yang
bercerita akan indahnya kisah. Abadinya angin pada hujan yang mengguyur dalam sembab diri pada tiap kelopak
mata yang memandang. Namun hangatnya kopi dan manisnya elegi rasa yang memikat masih terkecup dalam rasa.
Kenangan didalam hujan… kenangan secangkir kopi yang alurnya masih ingin kembali mengulang episode kisah
kita yang pernah ada. Desiran angin dibawah naungan hujannya yang masih setia bersama didalam berkat pencipta.
Tentang angin yang bercerita pada hujannya. Tentang angin yang selalu setia pada tetesan hujan. Angin akan selalu
menjadi teduhan yang abadi. Hujan pun akan selalu menjadi pelipurnya. Seperti perihal kembali dirimu pun masih
tetap dinanti dengan kesetiaannya. Kembali mu masih menjadi pertanyaan dan teka-teki. Menggelayuti pikiran
antara harapan senandungnya angin dan hujanku. Angin dan hujan tak pernah menanyakan sebab ia selalu setia
menjaga diri dan hati kala badai menerpa. Karena angin dan hujan selalu beriring bersama menjadi kesatuan
didalam kata setia yang alami nan abadi. Keabadian angin dan hujan selalu terkenang. Dan hujan kali ini, masih saja
dengan kesendiriannya menjaga hati. Seperti halnya dirimu yang abadi didalam ruang ingatan hati. Untuk mampu
berbagi kembali menjadi satu piluran hati yang dijaga semesta.
Seandainya dikala putih abu-abu dahulu tak pernah terucap kakata menyudahi, mungkin saat ini kita masih berjalan
bersama mencipta mencinta setia didalam naungan kasih pencipta. Namun takdir rupanya sedang ingin menguji.
Untuk sejatinya mampu temukan pijakanmu kembali abadi disisi. Sejati dalam diri. Takdir tetap dalam alurnya
tanpa kita mengerti misterinya.
Ia berjalan tanpa permisi dan peduli perihal rasa didalam diri. Mungkin ia sedang meramu keyakinan kita. Kita
hanya mampu memahami hikmah diantara titian hati yang bersembunyi dan dinantikan dengan keajaiban yang
nyata. Diri ini masih dengan setianya sendiri disini berteman bayangmu disisi menanti kembali. Bersama hujan dan
angin yang membawa kenangan bersama secangkir kopi yang menghangatkan diri dengan setianya yang selalu
menginspirasi.
*Penulis adlah kontributor artikel, tinggal di Bandung-Indonesia
1,638 total views, 6 views today